Penyebab Kepala Bayi Peyang dan Cara Mengatasinya

Ayah Bunda, mari ketahui berbagai faktor risiko penyebab kepala bayi peyang dan cara mengatasinya.

Penyebab kepala bayi peyang

Salah satu bentuk kekhawatiran yang kerap menghinggapi perasaan para orang tua adalah saat mendapati buah hati tercintanya memiliki bentuk kepala yang asimetri atau peyang. Dalam dunia medis istilah kepala peyang dikenal dengan plagiocephaly (flat head syndrome).

Pada umumnya, kondisi kepala peyang pada bayi ini bersifat sementara dan tak akan memengaruhi perkembangan otaknya. Pasalnya, bayi dilahirkan dengan tulang tengkorak yang masih lunak dan sambungan antar tulang tengkorak yang masih fleksibel.

Hal tersebut bertujuan agar bayi dapat dengan mudah melewati jalan lahir sekaligus menciptakan ruang bagi pertumbuhan otak yang begitu cepat di tahun pertama kehidupannya. Seiring berjalannya waktu, tulang-tulang tengkorak bayi pun akan menyatu dan mencapai bentuk yang solid.

Ada berbagai faktor yang dapat menjadi penyebab kepala bayi peyang. Mulai dari seringnya berbaring dalam satu posisi yang sama secara terus-menerus hingga kondisi cacat lahir yang menyebabkan ubun-ubun menutup lebih cepat sebelum otak terbentuk sempurna. Berikut uraian selengkapnya.

Berbagai faktor risiko penyebab kepala bayi peyang

Penyebab kepala bayi peyang

1. Posisi Tidur

Posisi tidur telentang memang menjadi posisi tidur terbaik bagi bayi, terutama dalam menghindari sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome, SIDS). Kendati demikian, berbaring dalam satu posisi yang sama secara terus-menerus berisiko memicu kepala bayi menjadi peyang.

Oleh karena itu, selain daripada tidur nyenyak di malam hari, orang tua perlu melakukan variasi posisi tidur seperti menengkurapkan atau menidurkan bayi dalam posisi menyamping. Hal ini dapat dilakukan saat bayi sedang dalam kondisi terjaga atau dapat dipantau dengan baik. Misal saat ia tidur siang atau ketika ia digendong.

Baca juga: Bayi Tidur Tengkurap, Kapan Diperbolehkan & Apa Risikonya

2. Kehamilan Kembar

Bentuk kepala peyang kerap dijumpai pada kasus kehamilan kembar (gemeli) – mengandung lebih dari satu janin di dalam rahim. Terbatasnya ruang gerak di dalam rahim akan memicu tekanan berlebih pada kepala bayi, mengakibatkan bentuk kepala bayi menjadi tidak bulat sempurna saat dilahirkan.

3. Kelahiran Prematur

Bayi yang lahir secara prematur cenderung memiliki bentuk kepala yang rata atau peyang. Hal ini lantaran tulang tengkorak yang mereka miliki lebih lunak dibandingkan dengan bayi yang lahir cukup bulan.

Di tambah lagi, bayi prematur sering menghabiskan waktu yang lama di ruang perawatan intensif atau ruang NICU (neonatal intensive care unit) dengan posisi tidur yang sama secara terus-menerus.

4. Persalinan dengan Alat Bantu

Alat bantu kelahiran seperti ekstraksi vakum kerap menjadi solusi saat proses persalinan dinilai terlalu lama atau kondisi ibu hamil sudah terlalu lelah secara fisik. Meski sangat membantu, namun ada sejumlah risiko yang dapat terjadi akibat dari penggunaan alat bantu tersebut. Salah satunya tak lain yakni, kemungkinan kepala bayi menjadi peyang.

5. Tortikolis

Tortikolis merupakan bentuk gangguan pada otot leher dimana bagian atas kepala akan terlihat miring ke satu sisi sementara bagian bawah mengarah ke arah berlawanan. Masyarakat kita mengenalnya dengan sebutan tengleng. Terbatasnya ruang di dalam rahim atau berada dalam posisi sungsang menjadi penyebab tersering dari terjadinya tortikolis pada bayi.

Otot leher yang kaku atau tidak seimbang ini lantas akan membuat bayi cenderung menyukai satu sisi saja. Akibatnya, selain terlihat miring, bentuk kepala bayi juga akan nampak peyang atau tidak simetris.

6. Craniosynostosis

Craniosynostosis adalah kondisi cacat lahir yang menyebabkan ubun-ubun menutup lebih cepat sebelum otak terbentuk sempurna. Kondisi ini dapat mengakibatkan perubahan bentuk kepala dan wajah bayi secara permanen. Misal, bentuk kepala memanjang dan pipih atau terlihat datar di salah satu sisi.

Bagaimana cara mengatasi dan mencegah kepala bayi peyang?

cara mengatasi kepala bayi peyang

Untuk mengatasi sekaligus mencegah kepala peyang pada bayi, ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut:

  • Ubah posisi tidur. Jangan biarkan bayi terus-menerus berbaring dalam posisi yang sama sepanjang waktu. Usahakan untuk membaringkan bayi dalam keadaan tengkurap  atau menyamping saat ia sedang terjaga. Saat sedang tidur telentang, cobalah untuk memiringkan kepalanya ke kanan maupun ke kiri secara bergantian.
  • Ubah posisi tempat tidur. Bayi cenderung mudah tertarik dengan cahaya, seperti ke arah jendela. Mengubah posisi tidur atau letak tempat tidur bayi akan mendorong bayi untuk melihat ke arah yang berbeda, tidak hanya terfokus menghadap pada satu sisi. Orang tua juga dapat mengubah tata letak mainan si kecil secara berkala.
  • Variasikan cara menggendong. Ayah ataupun Bunda dapat memvariasikan cara menggendong bayi, seperti dalam posisi tegak, didekap atau posisi miring secara bergantian. Begitupun halnya saat bayi sedang disusui.

Jika beberapa cara di atas tak mampu memberikan hasil positif, maka orang tua perlu menerapkan terapi menggunakan helm khusus (helmet molding therapy/cranial orthosis). Penggunaan helm khusus ini dapat membantu memperbaiki bentuk tulang tengkorak bayi sehingga memungkinkan bentuk kepala yang simetri.

Terapi ini sudah dapat dimulai saat bayi berusia sekitar 3-6 bulan. Bayi harus terus memakai helm dan ikat kepala khusus ini hingga 23 jam/hari selama kurang lebih 3 bulan lamanya. Efek samping yang dapat timbul dari terapi ini diantaranya iritasi kulit dan ketidaknyamanan sehingga bayi rentan rewel.

Untuk kasus kepala peyang yang lebih serius seperti pada kasus craniosynostosis, pengobatan dapat dilakukan melalui jalan operasi. Ada 2 jenis operasi yang tersedia yakni, bedah endoskopi untuk bayi di bawah usia 6 bulan dan bedah terbuka untuk bayi berusia di atas 6 bulan.

Berapa batas usia bayi bisa pulih dari kondisi ini?

Pengobatan kepala peyang pada bayi harus dilakukan sesegera mungkin saat tulang tengkorak mereka masih lunak dan belum melebur membentuk tulang yang padat, yakni maksimal pada usia 2 tahun. Pengobatan yang dilakukan saat bayi telah berusia di atas 2 tahun kemungkinan besar tidak akan membuahkan hasil yang nyata.

#