Jenis-jenis Depresi yang Paling Umum Dijumpai

Memahami jenis-jenis depresi dan kondisi yang dialami dapat membantu dokter menentukan pengobatan yang tepat.

Jenis-jenis depresi

Depresi merupakan gangguan suasana hati (mood) yang ditandai dengan adanya rasa duka atau kesedihan mendalam secara terus menerus, setidaknya selama 2 minggu berturut-turut. Kondisi ini sudah barang tentu dapat menurunkan kualitas hidup penderitanya, termasuk pekerjaan dan pergaulannya sehari-hari.

Berdasarkan catatan WHO, depresi berada pada urutan ke empat penyakit di dunia, bahkan dengan jumlah penderita yang semakin mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Mayoritas penderita depresi masih berada pada usia produktif. Dan tak sedikit diantaranya yang memilih mengakhiri hidupnya sendiri sebagai jalan keluar.

Refleksi kesadaran masyarakat akan kesehatan mental yang minim dan stigma negatif yang terus melekat serta masih buruknya fasilitas penanganan menjadi sejumlah faktor yang menyebabkan sebagian penderita depresi atau gangguan mental lainnya lebih memilih melukai diri sendiri hingga bunuh diri.

Menelusuri lebih dalam, depresi nyatanya terdiri dari beberapa jenis, pun dengan penyebab yang berbeda. Yang paling umum diantaranya yakni, gangguan depresi mayor, gangguan bipolar, depresi pospartum, disforik pramenstruasi dan depresi situasional.

Pahami lebih jauh jenis-jenis depresi berikut ini:

Jenis-jenis depresi

1. Gangguan Depresi Mayor

Salah satu bentuk paling umum dari depresi adalah gangguan depresi mayor (major depressive disorder). Jenis depresi ini terbagi lagi menjadi 2 subtipe, yakni depresi atipikal dan depresi melankolis.

Seseorang dengan depresi atipikal cenderung menjadi sosok yang banyak tidur dan makan. Sementara pada depresi melankolis, penderitanya justru kesulitan tidur dan cenderung diliputi rasa bersalah. Depresi atipikal biasanya dialami oleh orang dewasa muda dan tipe melankolis lebih sering terlihat pada manula.

Secara umum, gangguan depresi mayor ditandai dengan 3 gejala utama yakni, afek depresi/mood depresi, hilangnya minat atau kegembiraan dan mengalami kelelahan juga menurunnya aktivitas. Gejala lainnya seperti, kesulitan berkonsentrasi, berkurangnya harga diri, perasaan tidak berharga, pesimistis, segala bentuk perubahan pada nafsu makan, tidur juga berat badan hingga pikiran untuk bunuh diri.

Dikatakan mengalami gangguan depresi mayor jika mengalami setidaknya 5 gejala (harus mencangkup gejala utama) sekurang-kurangnya selama 2 minggu.

2. Gangguan Bipolar

Gangguan bipolar (bipolar disorder/manic depression) termasuk ke dalam jenis-jenis depresi yang ditandai dengan perubahan mood yang ekstrem. Dimana emosi penderitanya akan berubah sangat drastis, dari emosi tertinggi (mania atau hipomania – sangat senang) menjadi terendah (depresi – sangat terpuruk). Bisa juga sebaliknya atau terjadi secara bersamaan (mixed state).

Gangguan bipolar merupakan kondisi seumur hidup dan setiap kemunculan episodenya sangat sulit bahkan tak bisa diprediksi. Namun, gejala serta stabilitas suasana hati penderitanya dapat dikontrol melalui pengobatan yang tepat disertai dengan gaya hidup sehat.

3. Depresi Pospartum

Kelahiran buah hati seharusnya menghadirkan suka cita mendalam, namun sebagian wanita ada yang mengalami hal sebaliknya. Dimana ia justru merasakan beban mental dan kesedihan luar biasa yang berkepanjangan bahkan hingga enggan mengurus anaknya.

Kondisi yang disebut dengan depresi postpartum (postpartum depression, PPD) ini, biasanya dipicu oleh beragam kombinasi, mulai dari faktor fisik, perubahan hormon hingga riwayat gangguan mental sebelumnya. Tak hanya menimpa ibu, seorang ayah pun bisa mengalami depresi pospartum ini, biasanya terjadi pada 3-6 bulan setelah bayi lahir.

Depresi pospartum sendiri berbeda dengan baby blues. Perbedaan pertama terletak pada rentang durasi. Umumnya baby blues hanya terjadi selama beberapa hari hingga 2 minggu, sedangkan depresi pospartum bisa lebih lama dari itu.

Kedua dari gejalanya, dimana depresi pospartum memiliki gejala yang lebih berat daripada baby blues, bahkan dapat menyebabkan psikosis pospartum yang memicu halusinasi dan delusi. Selain itu, diketahui sekitar 40-80% ibu yang baru melahirkan anak pertama mengalami baby blues syndrome, sementara hanya sekitar 10% ibu baru yang mengalami depresi postpartum.

Baca juga: Cara Mengatasi Depresi Pasca Keguguran Agar Tak Semakin Larut

4. Gangguan Disforik Pramenstruasi

Hingga sekitar 10% wanita usia subur diketahui mengalami gangguan disforik pramenstruasi (premenstrual dysphoric disorder/PMDD). Suatu bentuk ekstrem dari sindrom pramenstruasi (PMS). Menurut para ahli, terjadinya PMDD terkait erat dengan perubahan dalam respon seluler yang terlibat dalam metabolisme estrogen dan progesteron.

Dibandingkan PMS, gejala PMDD cenderung lebih bersifat psikologis, dimana penderitanya akan diliputi kecemasan yang parah dan perasaan sedih luar biasa hingga dapat melumpuhkan aktivitas hidup sehari-hari, termasuk rusaknya hubungan sosial. Gejala PMDD dimulai selama fase luteal atau setelah ovulasi dan akan berakhir segera setelah menstruasi datang.

5. Depresi Situasional

Depresi situasional (situational depression) secara klinis dikenal juga sebagai gangguan penyesuaian dengan suasana hati tertekan (adjustment disorder with depressed mood). Kondisi ini dipicu oleh suatu peristiwa atau situasi tertentu, seperti kematian orang yang dicintai, penyakit serius, perceraian atau hak asuh anak, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya.

Gejala depresi situasional umumnya timbul dalam 3 bulan setelah kejadian awal. Beberapa gejala utamanya tersebut diantaranya, sering menangis, merasa putus asa, nafsu makan jauh berkurang, sulit tidur dan menarik diri dari kehidupan sosial.

Itulah beberapa jenis depresi yang paling umum dijumpai. Jangan ragu untuk mencari bantuan profesional dari psikolog atau psikiater bila sering mengalami masalah kecemasan agar mendapat diagnosis dan pengobatan yang tepat.

#